Senin, 09 Mei 2011

BAB IV
PEMBELAJARAN KOOPERATIF
(COOPERTIVE LEARNING)

A. RUANG LINGKUP PEMBELAJARAN KOOPERATIF
1. Landasan Pemikiran
Pembelajaran yang benar dalam teori konstruktivis adalah adalah kooperatif. Pembelajaran muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadia aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.
Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dlam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa jyang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.
Selama belajar secara kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi. Belajar belum selesai jika salah satu anggota kelompok ada yang belum menguasai materi pelajaran.
Sebagai model-model pembelajaran lain, model pembelajaran kooperatif memiliki tujuan-tujuan, langkah-langkah dan lingkungan belajar dan sistem pengelolaan yang khas.
2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Eggen and Kauchak, 1996:279). Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usahauntuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaborasif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.

Tabel 4.1
Perbedaan Kelompok Belajar Koopertif dengan Kelompok Belajar Konvensional

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif. Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menguntungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Akuntibilitas individu sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan “pemborong”.
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Kelompok belajar biasanya homogen.
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok Pimpinan kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk pimpinannya dengan cara masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain dan mengelola konflik secara langsung diajarkan. Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok. Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.



Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai) Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas
(Killen, 1996)

Struktur tujuan kooperatif terjadi jika seswa dapat mencapai tujuan mereka hanyajika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut. Tujuan-tujuan pemeblajaran ini mencangkup tiga jenis tujuan penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keberagaman dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000:7).
Para ahli telah menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan berfikir kritis. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Pembelajaran kooperatif mempunyao efek yang berarti terhadap penerimaan yang luas terhadap keragaman ras, budaya dan agama, strata sosial, kemampuan dan ketidak mampuan (Ibrahim, dkk, 2000:9). Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar menghargai satu sama lain.
Keterampilan sosial atau kooperatif berkembang secara signifikan dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatihkan keterampilan-keterampilan kerjasama dan kolaborasi dan juga keterampilan-keterampilan tanya jawab (Ibrahim, dkk, 2000:9).

3. Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan
Pembelajaran kooperatif bertitik tolak dari pandangan John Dewey dan Herbert Thelan (Dalam ibrahim, 2000) yang menyatakan pendidikan dalam masyarakat yang demokratis seyogyanya mengajarkan proses demokratis secara langsung. Tingkah laku kooperatif dipandang oleh Dewey dan Thelan sebagai dasar demokrasi, dan sekolah dipandang sebagai laboratorium untuk mengembangkan tingkahlaku demokrasi.
Proses demokrasi dan peran aktif merupakan cirri yang khas dari lingkungan pembelajaran kooperatif. Dalam pembentukan kelompok, guru menerapkan struktur tingkat tinggi dan guru mendefinisikan semua prosedur. Meskipun demikian, guru tidak dibenarkan mengelola tingkah laku siswa dalam kelompok secara ketat dan siswa memiliki ruang dan peluang untuk secara bebas mengendalikan aktifitas-aktifitas didalam kelompoknya. Selain itu, pembelajaran kooperatif menjadi sangat efektif jika materi pembelajaran tersedia lengkap di kelas, ruang guru, perpustakaan ataupun di pusat media (Ibrahim, dkk, 2000:11).
Selain itu, agar pembelajaran kooperatif berjalan sesuai dengan harapan dan siswa dapat bekerja secara produktif dalam kelompok, maka siswa perlu diajarkan keterampilan-keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif tersebut berfungsi untuk melancarkan peranan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dapat dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok.
Lungren (dalam Ratumanan, 2002), menyusun keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut secara terinci dalam tiga tingkatan ketermpilan. Tingkatan tersebut yaitu keterampilan kooperatif tingkat awal, tingkat menengah dan tingkat mahir.
a) Keterampilan kooperatif tingkat awal, antara lain:
i. Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya;
ii. Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman dengan tugas tertentu dan mengambil tangung jawab tertentu dalam kelompok;
iii. Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semua anggota kelompok untuk memberikan kontribusi;
iv. Menggunakan kesepakatan, yaitu menyamakan persepsi/pendapat.
b) Keterampilan kooperatif tingkat menengah, antara lain:
1. Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik dan verbal agar pembicara mengetahui anda secara energik menyerap informasi;
2. Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau klarifikasi lebih lanjut;
3. Menafsirkan, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan kalimat berbeda;
4. Memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban, memastiakan bahwa jawaban tersebut benar.
c) Keterampilan kooperatif tingkat mahir
Keterampilan kooperatif tingkat mahir ini antara lain: Mengolaborasi, yitu memperluas konsep, membuat kesimpulan dan menghubungkan pendapat-pendapat dengan topik tertentu.
Masih menurut Lungren (dalam Ratumanan, 2002) menyebutkan bahwa unsur-unsur dasar yang perlu untuk ditanamkan kepada siswa agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan lebih efektif lagi adalah:
(1) Para siswa harus memiliki persepsi sama bahwa mereka “tenggelam” atau “berenang” bersama;
(2) Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri, dalam mempelajari materi yang dihadapi;
(3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama;
(4) Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya diantara para anggota kelompok;
(5) Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok;
(6) Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama:
(7) Para siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok koopertif.
Apabila diperhatikan secara seksama, maka pembelajaran koopertif ini mempunyai cirri-ciri tertentu dibandingkan model lainnya. Arends (1997: 111) menyatakan bahwa pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
(a) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar
(b) Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai mkemampuan tinggi, sedang dan rendah.
(c) Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam
(d) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Dari uraian tinjauan tentang pembelajaran kooperatif ini, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tersebut memerlikan kerjasama antar siswa dan saling ketergantungan dalam struktur pencapaian tugas, tujuan dan penghargaan. Keberhasilan pembelajaran ini tergantung dari keberhasilan masing-masing individu dalam kelompok, dimana keberhasilan tersebut sangat berarti untuk mencapai suatu tujuan yang positif dalam belajar kelompok.

4. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat enam langkah utama atau tahapan didalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu ditunjukan pada tabel 4.2
Fase Tingkah Laku Guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotifasi siswa belajar.
Fase-2
Menyajikan Informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Fase-3
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok kooperatif
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase-5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yant telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase-6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Sumber: Ibrahim, dkk. (2000:10)
B. BEBERAPA VARIASI DALAM MODEL COOPERATIVE
LEARNING

Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat beberapa variasi dari model tersebut. Setidaknya terdapat empat pendekatan yang seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif. Yaitu STAD, JIGSAW, Investigasi kelompok (Teams Games Tournaments atau TGT) dan Pendekatan Struktural yang meliputi Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT).
Tabel 4.3 berikut ini mengikhtisarkan dan membandingkan empat pendekatan dalam pembelajaran kooperatif.

Tabel 4.3
Pembandingan Empat Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif

STAD Jigsaw Investigasi Kelompok Pendekatan Struktural
Tujuan Kognitif Informasi akademik sederhana Informasi akademik sederhana Informasi akademik tingkat tinggi dan keterampilan inkuiri Informasi akademik sederhana
Tujuan Sosial Kerja kelompok dan kerjasama Kerja kelompok dan kerjasama Kerja dalam kelompok kompleks Keterampilan kelompok dan keterampilan sosial
Struktur Tim Kelompok belajar heterogen dengan 4-5 orang anggota Kelompok belajar heterogen dengan 5-6 orang anggota menggunakan pola kelompok ‘asal’ dan kelompok ‘ahli’ Kelompok belajar heterogen dengan 5-6 anggota homogen Bervariasi, berdua, bertiga, kelompok dengan 4-5 orang anggota
Pemilihan Topik Biasanya guru Biasanya guru Biasanya siswa Biasanya guru
Tugas Utama Siswa dapat menggunakan lembar kegiatan dan saling membantu untuk menuntaskan materi belajarnya Siswa mempelajari materi dalam kelompok ‘ahli’ kemudian membantu anggota kelompok asal mempelajari materi itu Siswa menyelesaikan inkuiri kompleks Siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan secara sosial dan kognitif
Penilaian Tes mingguan Bervariasi dapat berupa tes mingguan Menyelesaikan proyek dan menulis laporan, dapat menggunakan tes essay Bervariasi
Pengakuan Lembar pengetahuaan dan publickasi lain Publikasi lain Lembar pengakuaan dan publikasi lain bervariasi
Sumber: Ibrahim, dkk (2000:29)



1. Study Teams Achievement Division (STAD)
Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara hiterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis dan penghargaan kelompok.
Slavin (dalam Nur, 2000:26) menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran dan kemudiaan siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian, seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu.
Seperti halnya pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan dilaksanakan. Persiapan-persiapan tersebut antara lain:
a. Perangkat pembelajaran
Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkap pembelajarannya, yang meliputi Rencana Pembelajaran (RP), buku siswa, lembar kegiatan siswa (LKS) beserta lembar jawabannya.
b. Membentuk kelompok kooperatif
Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam kelompok adalah hiterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila memungkinkan kelompok kooperatif perlu memperhatikan ras, agama, jenis kelamin dan latar belakang sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas ras dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik, yaitu:
(1) Siswa dalam kelas terlebih dahulu diranking sesuai kepandaian dalam mata pelajaran sains fisika. Tujuannya adalah untuk mengurutkan siswa sesuai kemampuan sains fisikanya dan digunakan untuk mengelompokan siswa kedalam kelompok.
(2) Menentukan tiga kelompok dalam kelas yaitu kelompok atas, kelompok menengah dan kelompok bawah. Kelompok atas sebanyak 25% dari seluruh siswa yang diambil dari siswa ranking satu, kelompok tengah 50% dari seluruh siswa yang diambil dari urutan setelah diambil kelompok atas dan kelompok bawah sebanyak 25% dari seluruh siswa yaitu terdiri atas siswa setelah diambil kelompok atas dan kelompok menengah.

c. menentukan skor awal
Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis misalnya pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes maka hasil tes masing-masing individu dapat dijadikan skor awal.
d. pengaturan tempat duduk
Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif.
e. Kerja Kelompok
Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD, terlebih dahulu diadakan latihan kerjasama kelompok. Hal ini bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD ini didasarkan pada langkah-langkah kooperatif yang terdiri atas enam langkah atau fase. Fase-fase dalam pembelajaran ini seperti tersajikan dalam tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4
Fase-fase Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Fase Kegiatan Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotifasi siswa
Menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase 2
Menyajikan/ menyampaikan informasi
Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan
Fase 3
Mengorganisasikan siswa dan kelompok-kelompok belajar
Menjelaskan kepada siswa bagaiman caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelom pok agar melakukan transisi secar efisien
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Fase 5
Evaluasi
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6
Memberikan penghargaan
Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupn hasil belajar individu dan kelompok
(Sumber: Ibrahim, dkk. 2000:10)
penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Menghitung skor individu
Menurut Slavin (dalam ibrahi,dkk.2000) untuk memberikan skor perkembangan individu dihitung seperti pada Tabel 4.5 berikut ini
Tabel 4.5
perhitungan skor perkembangan



b. Menghitung skor kelompok
Skor kelompok ini dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan snggota kelompok, yaitu dengan menjumlah semua skor perkembangan yang yang diperoleh anggota kelompok dibagi dengan jumlah angota kelompok. sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh kategori skor kelompok seperti tecantum pada tabel 4.6




c. Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok setelah masimg-masing kelompok memperoleh predikat, guru memberikan hadiah/penghargan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan predikatnya.
Dari tinjauan tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD ini menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang cukup sederhana. Dikatakan demikian karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan masih dekat kaitannya dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat pada fase 2 dari fase-fase pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu adanya penyajian informasi atau materi pembelajaran. Perbedaan model ini dengan model konvensional terletak pada adanya pemberian penghargaan pada kelompok.
2. Tim Ahli [Jigsaw]
a. Gambar Umum jigsaw
Jigsaw telah dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aroson dan teman -taman dari Universitas Texas dan diadopsi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas Jhon Hopkins.

b. Langka-langkah Pembelajaran Jigsaw
• Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6 orang).
• Materi pembelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab.
• Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya. Misalnya, jika materi yang disampaikan mengenai sistem ekskresi. Maka seorang siswa dari satu kelompok mempelajari tentang ginjal, siswa yang lain dari kelompok satunya mempelajari tentang paru-paru, begitupun siswa lainnya mempelajari kulit dan lainnya lagi mempelajari hati.
• Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.
• Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya.
• Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu.
Kelompok Asal
5 atau 6 anggota yang heterogen dikelompokkan
Persyarikatan lain yang perlu disiapkan guru, antara lain: (1) Bahan Kuis; (2) Lembar Kerja Siswa; (3) Rencana Pembelajaran. Sistem evaluasi Jigsaw sama dengan sistem evaluasi pada tipe STAD.
3. Investasi Kelompok
Investasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapakan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangannya model ini dipeluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv. Berbeda dengan STAD dan Jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari dan bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar siswa keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik.
Dalam implementasi tipe investigasi kelompok guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 siswa yang heterogen. Kelompok di sini dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Selanjutnya ia menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.
Sharan, dkk (1984) membagi langkah-langkah pelaksanaan model investigasi kelompok meliputi 6 (enam) fase.
a. Memilih Topik
Siswa memilih subtopik khusus di dalam suatu daerah masalah umum yang biasanya ditetapkan oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan menjadi dua sampai enam anggota tiap kelompok menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi tugas. Komposisi kelompok hendaknya heterogen secara akademis maupun etnis
b. Perencanaan Kooperatif
Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap pertama.
c. Implementasi
Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan siswa kepada jenis-jenis sumber belajar yang berada baik di dalam atau di luar sekolah. Guru secara ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila diperlukan.
d. Analisis dan Sintesis
Siswa menganalisis dan mensintesis informasi yang diperbolehkan pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas.
e. Presentasi hasil final
Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan agar siswa yang lain saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperboleh perspektif luas pada topik itu. Presentasikan dikoordinasi oleh guru
f. Evaluasi
Dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap konstribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa penilaian individual atau kelompok.
4. Think Pair Share (TPS)
Strategi think-pair-share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi think-pair-share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997), menyatakan bahwa think-pair-share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dpat membri siswa banyak waktu berfikir, untuk merespon dan saling membantu.Guru memperkirakan hanya melengkapi singkat atausiswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Sekarang guru menginginkan ssiwa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan think-pair-share untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan. Guru menggunakan langkh-langkah (fase) berikut.
a. Langkah 1: Berfikir (Thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran dan meminta siwa menggunakan waktu beberapa menit untuk berfikir sendiri jawaban atau masalah.Siswa membutuhkan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berfikir.
b. Langkah 2: Berpasangan (Pairing)
Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasikan. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atu 5 menit untuk berpasangan.
c. Langkah 3: Berbagi (Sharing)
Pada langkah akhir, guru meminta pasang-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruang dari pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan Arends, (1997) disadur Tjokrodihardjo, (2003).
5. Numbered Head Together (NHT)
Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Numbered Head Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks NHT:
a. Fase 1: Penomoran
Dalam fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antar 1 sampai 5.
b. Fase 2: Mengajukan pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. Misalnya, “Berapakah jumlah gigi orang dewasa?” Atau berbentuk arahan, misalnya “Pastikan setiap orang mengetahui 5 buah ibu kota provinsi yang terletak di Pulau Sumatra.”
c. Fase 3: Berfikir bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.

d. Fase 4: Menjawab
Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

1 komentar:

  1. Bahasannya sangat bagus, terus menyampaikan ya supaya teman-teman bisa belajar juga

    BalasHapus