Selasa, 10 Mei 2011

Model Pembelajaran

Model Pembelajaran

Ketika guru melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas, pada dasarnya guru tersebut sedang mempraktekkan model pembelajaran. Dalam proses kegiatan pembelajaran seorang guru sebelumnya pasti akan mempersiapkan lebih dahulu apa yang akan disampaikan pada siswa dengan menyusun persiapan mengajar atau rencana pembelajaran. Rencana pembelajaran memuat topik yang dibahas, tujuan pembelajaran, alat-alat yang perlu digunakan, langkah-langkah pembelajaran atau skenario pembelajaran, dan penilaian yang akan dilakukan.

Model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar ( Udin Winataputra, 1994,34)

Banyak model-model pembelajaran yang dapat dikembangkan oleh guru dalam proses kegiatan belajar mengajar yang pada prinsipnya pengembangan model pembelajaran bertujuan untuk menciptakan situasi belajar mengajar yang efetif dan efisien, menyenangkan, bermakna, lebih banyak mengaktifkan siswa.

Dalam pengembangan model pembelajaran yang mendapat penekanan pengembangannya terutama dalam strategi dan metode pembelajaran.Untuk masa sekarang ini perlu juga dikembangkan system penilaian yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Oleh karena itu guru dalam pelaksanaan proses belajar mengajar bisa saja mengembangkan model pembelajaran sendiri dengan tujuan proses pembelajaran lebih efektif dan efisien, lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkreasi, sehingga siswa lebih aktif.

Pendekatan, Strategi, dan Model Pembelajaran

Istilah pendekatan dan strategi sering diartikan sama, dan dalam model biasanya termasuk di dalamnya ada metode, strategi dan pendekatan yang digunakan. Pendekatan (approach) dapat dipandang sebagai suatu rangkaian tindakan yang terpola atau terorganisir berdasarkan prinsip-prinsip tertentu (misalnya dasar filosofis, prinsip psikologis, prinsip didaktis, atau prinsip ekologis), yang terarah secara sistematis pada tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian pola tindakan tersebut dibangun di atas prinsip-prinsip yang telah terbukti kebenarannya sehingga tindakan-tindakan yang terorganisir dapat berjalan secara konsisten ke arah tercapainya tujuan atau teratasinya suatu masalah. Pendekatan mengandung sejumlah komponen yaitu tujuan, pola tindakan, metode atau teknik, sumber-sumber yang digunakan, dan prinsip-prinsip.

Strategi Pembelajaran adalah pola umum perbuatan guru dan siswa di dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar. Hal ini mengandung arti bahwa interaksi belajar mengajar berlangsung dalam suatu pola yang digunakan bersama oleh guru dan siswa. Dalam pola tersebut tentu terkandung bentuk-bentuk rangkaian perbuatan atau kegiatan guru dan siswa yang mengarah pada tercapainya tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya ( Raka Joni 1980 dalam Depdiknas 2003 ).

Strategi pembelajaran dikatakan berkaitan dengan cara penyampaian materi dalam lingkungan pembelajaran yang meliputi sifat, ruang lingkup dan urutan peristiwa yang memberikan pengalaman-pengalaman pendidikan. Strategi pembelajaran tersusun atas metode-metode dan teknik-teknik atau prosedur-prosedur yang akan memungkinkan pembelajaran untuk mencapai tujuan-tujuan belajar (Gerlach dan Ely, 1980 dalam Depdiknas 2003).

Jadi strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu pola umum pembelajaran subyek didik atau pembelajaran yang tersusun secara sistematis berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan Psikologi, didaktik, dan komunikasi dengan mengintegrasikan struktur ( urutan kegiatan/ langkah) pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga, pengelolaan kelas, evaluasi dan waktu yang diperlukan agar subyek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

Komponen Strategi pembelajaran menurut Dick and Carey (1976 ) ( Depdiknas 2003, 12) meliputi ;

a). kegiatan pre instruksional ( pendahuluan ),

b). penyampai informasi,

c). partisipasi siswa,

d). tes, dan

e). kegiatan tindak lanjut.

Berbeda dengan pendapat Atwi Suparman, menurut Atwi komponen strategi pembelajaran meliputi ;

a). Urutan kegiatan instruksional, yaitu urutan kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran actual yang terentang dari tahap pendahuluan ke tahap penyajian/kegiatan inti, terus sampai dengan tahap penutup,

b). Metode instruksional, yaitu cara-cara guru mengorganisir siswa satu kelas, dan penggunaan media instruksional pada setiap tahap kegiatan pembelajaran,

c). Media instruksional yaitu peralatan dan bahan instruksioanal yang digunakan guru dan siswa pada setiap tahap kegiatan pembelajaran,

d). Waktu, yaitu alokasi waktu yang digunakan bersama oleh guru dan siswa dalam menyelesaikan kegiatan pada setiap tahap pembelajaran.

Dari pendapat dua ahli pendidikan tentang komponen strategi pembelajaran, masalah strategi pembelajaran nampaknya menekankan apa yang harus dilalui ketika guru akan mentransfer pengetahuan, sehingga pengetahuan bisa dimiliki dan dipahami siswa , dan selanjutnya siswa dapat menggunakan pengatahuan itu untuk menghadapi tantangan jaman.

Untuk istilah model pembelajaran diartikan sebagai contoh pola atau struktur pembelajaran siswa yang didesain , diterapkan dan dievaluasi secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien, seperti pendapat Udin Winataputra (1994 ) dikatakan bahwa Model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar.

Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode, prosedur dan pendekatan. Dalam model pembelajaran mencakup strategi pembelajaran yang digunakan, metode yang digunakan, dan pendekatan pengajaran yang digunakan yang lebih luas dan meyeluruh.

Model-model pembelajaran

Kalau mau dihitung, banyak sekali model-model pembelajaran yang sudah sering dikembangakan, masing-masing model tentunya berbeda sesuai dengan karakteristik mata pelajaran dan tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran. Untuk gambaran bagi guru perlu diperkenalkan beberapa model yang dikembangkan oleh Andrianne Bank, Marlene Henerson dan Laurel Eu ( 1981) yaitu :

a. Concept Analysis Model ( Model Analisis Konsep )

Model ini digunakan untuk membelajarkan siswa mengenai bagaimana memproses informasi yang berkaitan dengan pembelajaran. Hal ini didasarkan asumsi bahwa siswa-siswa harus mempelajari semua konsep dasar yang terkandung dalam satu mata pelajaran dan mereka harus berkesempatan praktik yang terarah mengenai klasifikasi dan diskriminasi. Semua ini diperlukan agar mereka mempunyai landasan yang kokoh bagi belajar selanjutnya. Agar guru-guru dapat menggunakan model ini dengan berhasil, mereka harus mampu :

1). Memilih konsep-konsep yang berkaitan dengan mata pelajaran yang bersangkutan, yang sesuai dengan tingkat perkembangan atau kemampan siswa-siswa mereka;

2). Menganalisis konsep-konsep tersebut untruk menentukan kadar dan jenis kesulitannya;

3). Memantau pemahaman siswa-siswa mengenai masing-masing konsep; dan

4). Mengatur waktu pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip belajar dan teori perkembangan yang telah diterima.

Adapun langkah-langkah pokok penggunaan model ini, yaitu :

1). Memilih dan menelaah konsep-konsep yang akan diajarkan;

2). Mengembangkan dan menggunakan strategi-strategi yang tepat dan materi-materi yang berhubungan; dan

3). Mengembangkan dan menggunakan prosedur penilaian yang tepat.

Model analisis konsep ini menekankan pada isi mata pelajaran dan pemprosesan informasi. Model ini paling cocok untuk mata pelajaran PKPS, matematika, dan Sains, tetapi pada dasarnya dapat digunakan untuk sebagian besar pelajaran yang ada dalam kurikulum. Model ini juga dapat diterapkan untuk pembelajaran anak-anak di TK hingga siswa SMP.

b. Creatif Thingking Model ( Model Berpikir Kreatif )

Model ini dirancang untuk meningkatkan kefasihan, fleksibilitas, dan orisinilitas yang digunakan siswa-siswa untuk mendekati benda-benda, peristiwa-peristiwa, konsep-konsep, dan perasaan-perasaan. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa siswa-siswa dapat dan harus mempelajari teknik-teknik yang menstimulasi kreativitas mereka. Suasana kelas harus kondusif bagi adanya respon-respon yang berbeda agar respon yang berbeda-beda tersebut dihargai dan diberi imbalan ( reward ). Siswa-siswa yang mempelajari teknik-teknik kreatif diharapkan akan dapat memanfaatkannya secara efektif untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam mata pelajaran tertentu.

Agar guru-guru berhasil dalam menggunakan model ini, maka mereka harus mampu :

1). Membangun suasana yang memungkinkan bagi diterimanya semua ide atau pendapat yang tidak hanya arena bermanfaat untuk itu saja, tetapi juga karena keaslian ide-ide dari siswa-siswa serta potensi mereka untuk menuju ke ide-ide dan arah baru;

2). Membantu siswa-siswa agar menyadari kekurangan-kekurangan dan kesenjangan-kesenjangan pada penjelasan-penjelasan dan keyakinan-keyakinan yang biasa terjadi;

3). Membantu siswa-siswa agar menjadi lebih terbuka dan lebih peka terhadap lingkungan mereka;

4). Menjamin tiadanya suasana yang formal atau seperti sedang dites, yang biasanya dapat mengganggu kreativitas dan berpikir orisionil siswa; dan

5). Memberikan stimuli ( rangsangan ) yang akan menawarkan praktik untuk berpikir yang jernih.

Langkah-langkah pokok dalam menggunakan model ini sebagai berikut:

1). Membangun suatu suasana yang dapat membina berpikir kreatif;

2). Mengajar siswa-siswa untuk menggunakan teknik-teknik yang menunju kea rah ide-ide dan produk-produk baru; dan

3). Mengevaluasi dan mengetes ide-ide yang telah ditawarkan.

Model ini menitikberatkan pada pemprosesan informasi dan keterampilan-keterampilan pertumbuhan pribadi. Model ini paling sesuai untuk untuk Sains, PKPS, Seni Bahasa, akan tetapi dapat diterapkan pula untuk mata pelajaran lainnya. Model ini paling cocok untuk siswa-siswa kelas III SD hingga SMP.

c. Experiential Learning Model ( Model Belajar melalui Pengalaman )

Model ini memberikan kesempatan kepada siswa-siswa untuk memperlakukan lingkungan mereka dengan keterampilan-keterampilan berpikir yang tidak berhubungan dengan suatu bidang studi atau mata pelajaran khusus. Model ini didasarkan pada temuan-temuan Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi ketika anak-anak berinteraksi dengan aspek-aspek lingkungan mereka yang membingungkan atau nampak bertentangan. Oleh sebab itu, apabila model ini digunakan, waktu belajar harus diisi dengan kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkembangkan rasa ingin tahu siswa-siswa, dan yang mampu menyedot seluruh perhatian mereka. Hal ini misalnya berupa kegiatan bermain dengan atau melakukan suatu terhadap benda-benda konkrit atau bahan-bahan yang memungkinkan mereka melihat apa yang terjadi pada benda atau bahan tersebut.

Model ini menitikberatkan pada cara-cara siswa memproses informasi, pertumbuhan pribadi, dan keterampilan berinteraksi sosial. Model ini khususnya dapat diterapkan untuk mata pelajaran Matematika, Sains, Bahasa, dan pelajaran lain. Model ini cocok untuk digunakan di TK hingga kelas III SD, bahkan hingga kelas tinggi di SD.

Agar guru dapat menggunakan model ini secara efektif maka guru harus memiliki kemampuan untuk :

1). Menyediakan benda-benda atau bahan-bahan konkrit untk digunakan ditelaah, atau diteliti oleh siswa-siswa;

2). Menyediakan serangkaian kegiatan yang cukup luas sehingga menjamin pemenuhan minat siswa dan menumbuhkan rasa keterlibatan mereka;

3). Mengatur kegiatan-kegiatan sehingga siswa-siswa yang berbeda tingkat perkembangan kognitifnya akan belajar satu sama lain;

4). Mengembangkan teknik-teknik bertanya untuk mengungkap alasan-alasan siswa yang mendasari respon-respon mereka;

5). Menciptakan lingkungan kelas yang dapat meningkatkan perkembangan proses-proses kognitif.

d. Group Inquiry Model ( Model Kelompok Inkuiri )

Model ini mengajarkan anak-anak untuk bekerja dalam kelompok untuk menginvestigasi topik-topik yang kompleks. Model ini beranggapan bahwa kemampuan untuk mengikuti dan menyelesaikan tugas-tugas dalam lingkungan kelompok adalah penting baik dalam situasi dalam kelas maupun yang bukan di ruangan kelas. Anak-anak yang dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan pemecahan masalah dalam kelompok demikian ini akan memiliki keterampilan-keterampilan sosial yang diperlukan untuk mendekati berbagai mata pelajaran dengan cara yang produktif .

Mengingat model ini menekankan pada keterampilan-keterampilan interaksi sosial yang berorientasi pada tugas, maka model ini paling sesuai dengan mata pelajaran Sains dan PKPS bagi siswa-siswa SD kelas IV hingga SLTP.

Apabila guru-guru ingin menggunakan model ini secara efektif, maka mereka harus mampu :

1). Membantu siswa-siswa merumuskan situasi yang menarik atau mengandung teka-teki, yang dapat diterima untuk penelitian atau yang layak untuk diteliti;

2). Mengajarkan keterampilan-keterampilan untuk melakukan penelitian dan evaluasi tingkat dasar yang diperlukan bagi inkuiri yang berhasil;

3). Membantu siswa-siswa mempelajari keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk kerja kelompok yang berhasil; dan

4). Memberi kesempatan kepada siswa-siswa untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kelompok dan mengambil keputusan-keputusan kelompok mereka sendiri.

Langkah-langkah yang perlu ditempuh guru dalam mrnggunakan Model Kelompok Inkuiri ini sebagai berikut :

1). Menyajikan situasi dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan inkuiri.

2). Merencanakan investigasi ( penelitian ).

3). Melaksanakan investigasi.

4). Menyajikan temuan-temuan.

5). Mengevaluasi investigasi.

e. The Role-Playing Model ( Model Bermain Peran )

Model ini memberikan kesempatan kepada siswa-siswa untuk praktek menempatkan diri mereka di dalam peran-peran dan situasi-situasi yang akan meningkatkan kesadaran mereka terhadap nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan mereka sendiri dan orang lain. Bermain peran dapat membantu mereka untuk memahami mengapa mereka dan orang lain berpikir dan bertindak sebagaimana yang mereka lakukan . Dalam proses “mencobakan” peran orang-orang yang berbeda dari mereka sendiri, siswa-siswa dapat mempelajari baik perbedaan maupun persamaan tingkah laku manusia dan dapat menerapkan hasil belajar ini dalam situasi-situasi kehidupan yang nyata.

Agar guru-guru dapat menggunakan model ini secara efektif, mereka harus mampu :

1). Menyajikan atau membantu siswa-siswa memilih situasi-situasi bermain peran yang tepat;

2). Membangun suasana yang mendukung, yang mendorong siswa-siswa untuk bertindak “seolah-olah” tanpa perasaan malu;

3). Mengelola situasi-situasi bermain peran dengan cara yang sebaik-baiknya untuk mendorong timbulnya spontanitas dan belajar; dan

4). Mengajarkan keterampilan-keterampilan mengobservasi dan mendengarkan sehingga siswa-siswa dapat mengobservasi dan mendengarkan satu sama lain secara efektif dan kemudian menafsirkan dengan tepat apa yang mereka lihat dan dengarkan.

Adapun langkah-langkah pokok dalam penggunaan model ini sebagai berikut ;

1). Memilih situasi bermain peran

2). Mempersiapkan kegiatan bermain peran

3). Memilih peserta/pemain peran

4). Mempersiapkan penonton

5). Memainkan peran (melaksanakan kegiatan bermain peran)

6). Mendiskusikan dan mengevaluasi kegiatan bermain peran

f. Model Pembelajaran Quantum Teaching.

Ada model pembelajaran lain yang sekarang juga sedang banyak dibicarakan yaitu Model Pembelajaran Quantum Teaching. Quantum berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Dengan demikian quantum teaching berarti suatu orkestra dari berbagai macam interaksi yang terjadi di dalam dan di sekitar momen atau peristiwa belajar. Interaksi-interaksi ini membangun landasan dan kerangka untuk belajar yang dapat mengubah kemampuan dan bakat siswa menjadi cahaya yang bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain. Quantum Teaching ini juga menerapkan percepatan belajar dengan menyingkirkan hambatan-hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah dengan menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai, cara penyajian yang efektif, dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Di samping itu Quantum Teaching juga memudahkan segala hal untuk menyingkirkan hambatan belajar dan mengembalikan proses belajar ke keadaannya yang mudah dan alami.

Quantum Teaching memiliki asas utama yang dijadikan landasan yaitu “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka.”

Di samping itu, ada beberapa prinsip yang dijadikan pedoman baginya, yaitu sebagai berikut :

Segalanya berbicara

Maksudnya, bahwa segala sesuatu yang ada di lingkungan kelas mengandung dan menyampaikan pesan tentang belajar.

Segalanya bertujuan

Hal ini mengandung arti bahwa semua kreasi Anda terutama mengenai belajar mempunyai tujuan yang terukur.

Pengalaman sebelum pemberian nama

Prinsip ini menghendaki agar siswa belajar dengan mengalami sesuatu yang terkait dengan informasi yang sedang dipelajarinya sebelum mereka memperoleh nama tentang apa yang mereka pelajari atau dengan perkataan lain, sebelum mereka menemukan dan merumuskan konsep atau prinsip.

Akui setiap usaha

Belajar merupakan suatu rangkaian usaha siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar, dan usaha itu sendiri mengandung resiko. Oleh sebab itu siswa-siswa patut memperoleh pengakuan terutama dari guru atas usaha, kerja keras, kecakapan, dan kepercayaan diri mereka.

Jika layak dipelajari, maka layak pula untuk dirayakan

“Perayaan” ini dimaksudkan sebagai ungkapan pengakuan atas partisipasi, penyelesaian tugas, dan prestasi siswa-siswa.

Dengan demikian proses belajar yang digubah melalui Quantum Teaching akan melahirkan suasana yang meriah dan menyenangkan (joyful). Dengan demikian, yang akan terjadi adalah sebuah momen Quantum Learning yang dipraktikkan di kelas melalui Quantum Teaching.

g. Model Pembelajaran Tematik

Dalam kurikulum 2004, kurikulum yang berbasis kompetensi, nampak ada perubahan yang mendasar pada pembelajaran di sekolah dasar terutama untk kelas I dan II. Pembelajaran untk kelas I dan II menggunakan pendekatan tematik, sehingga tidak ada pemisahan dan pembagian khusus mata pelajaran pada struktur programnya.

Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspekbelajar mengajar. Pembelajaran tematik hanya diajarkan pada siswa sekolah dasar kelas rendah yaitu kelas I dan II, karena pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistic), perkembangan fisiknya tidak pernah bias dipisahkan dengan perkembangan mental, social, dan emosional.

Strategi Pembalajaran tematik lebih mengutamakan pengalaman belajar siswa, yakni melalui belajar yang menyenangkan tanpa tekanan dan ketakutan, tetapi tetap bermakna bagi siswa. Dalam menanamkan konsep atau pengetahuan dan keterampilan, siswa tidak harus diberi latihan hafalan berulang-ulang (drill), tetapi ia belajar melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahami. Bentuk pembelajaran ini dikenal dengan pembelajaran terpadu, dan pembelajarannya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan kejiwaan siswa.

Sesuai dengan perkembangan fisik dan mental siswa kelas I dan II pembelajaran pada tahap ini haruslah mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :

1). Berpusat pada anak

2). Memberikan pengalaman langsung pada anak

3). Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas

4). Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran

5). Bersifat fleksibel

6). Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat, dan kebutuhan anak

Pembelajaran tematik memiliki kekuatan di antaranya :

1). Pengalaman dan kegiatan belajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak.

2). Menyenangkan karena bertolah dari minat dan kebuthan anak.

3). Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna.

4). Mengembangkan keterampilan berpikir anak sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, dan

5). Menumbuhkan keterampilan social dalam bekerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.

Dengan menggunakan tema, kegiatan pembelajaran akan mendorong beberapa hal bermanfaat antara lain :

1). Siswa mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topic tertentu

2). Siswa dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama

3). Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan

4). Kompetensi berbahasa bias dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dan pengalaman pribadi anak

5). Anak lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas

6). Anak lebih bergairah belajar karena mereka bisa berkomunikasi dalam situasi yang nyata, misalnya bertanya, berceritera, menulis deskripsi, menulis srat, dan sebagainya ntuk mengembangkan keterampilan berbahasa, sekaligus untuk mempelajari mata pelajaran lain

7). Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 kali pertemuan. Waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran tematik antara lain :

1). Pembelajaran tematik dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar menjadi lebih bermakna dan utuh.

2). Dalam pelaksanaan pembelajaran tematis perlu dipertimbangkan antara lain alokasi waktu setiap tema, memperhitungkan banyak dan sedikitnya bahan yang ada di lingkungan.

3). Pilih tema yang terdekat dengan anak.

4). Lebih mengutamakan kompetensi dasar yang akan dicapai dari tema.

Beberapa langkah yang disarankan untuk menyiapkan pembelajaran tematik antara lain;

1). Pelajari kompetensi dasar pada kelas dan semester yang sama dari setiap mata pelajaran

2). Pilihlah tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi tersebut untuk setiap kelas dan semester.

Pilih tema : Diri Sendiri;Keluarga; Lingkungan; Tempat Umum; Pengalaman; Budi Pekerti; Kegemaran; Tumbuhan; Hiburan; Binatang; Transportasi; Kesehatan; K3; Makanan; Pendidikan; Pekerjaan; Peristiwa; Pariwisata; Kejaadian Sehari-hari; Pertanian; Negara; Komunikasi.

3). Buatlah “Matriks Hubungan Kompetensi Dasar dan Tema”. Dalam langkah ini penyusun memperkirakan dan menentukan kompetensi-kompetensi dasar pada sebuah mata pelajaran cocok dikembangkan dengan tema apa. Langkah ini dilakukan untuk semua mata pelajaran. Langkah ini harus dapat menggambarkan satu tema dikaitkan dengan berbagai mata pelajaran, sehingga tidak terpisahkan antara tiap-tiap mata pelajaran. Sebagai contoh :

4). Buatlah pemetaan pembelajaran tematis. Pemetaan ini dapat dibuat dalam bentuk matrik atau jaringan topic. Dalam pemetaan ini akan terlihat kaitan antara tema dengan kompetensi dasar dari setiap mata pelajaran.

5). Susunlah silabus berdasarkan matrik/jaringan topic pembelajaran tematis.

6). Susunlah Rencana Pembelajaran berdasarkan jaringan topik yang lengkap dengan komponen RP minimal terdapat : tema , Kompetensi dasar (jaringan mata pelajaran), Tujuan, Kegiatan Pembelajaran ( I Pembukaan, II Kegiatan Inti, III Penutup), dan Penilaian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar