Selasa, 10 Mei 2011

BAB V
PENGAJARAN BERDASARKAN MASALAH
(PROBLEM BASED INSTRUCTION)


A. RUANG LINGKUP PENGAJARAN BERDASARKAN MASALAH

1. Masalah Pembelajaran
Banyak kritik yang ditunjukan pada cara guru mengajar yang terlalu menekankan pada penguasaan sejumlah informasi/konsep belaka. Penumpukan informasi/konsep pada subjek didik dapat saja kurang bermanfaat bahkan tidak bermanfaat sama sekali kalau hal tersebut hanya dikomunikasikan oleh guru kepada subjek didik melalui stu arah seperti menuang air ke dalam sebuah gelas (Rampengan 1993:1). Tidak dapat disangkal, bahwa konsep merupakan satu hal yang sangat penting, namun bukan terletak pada konsep itu sendiri, tetapi terletak pada bagaimana konsep itu dipahami oleh subjek didik. Pentingnya penahaman konsep dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi sikap, keputusan dan cara-cara memecahkan masalah. Untuk itu yang terpenting terjadi belajar yang bermakna dan tidak hanya seperti menuang air dalam gelas pada subjek didik.
Kenyataan di lapangan siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu mengguanakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh lagi bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya. Berbicara mengenai proses pembelajaran dan pengajaran yang sering membuat kita kecewa, apalagi dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap materi ajar. Walaupun demikian kita menyadari bahwa ada siswa mampu memiliki tingkat hafal yang baik terhadap materi yang diterimanya, namun kenyataan mereka sering kurang memahami dan mengerti secara mendalam pengetahuan yang bersifat hafalan tersebut (Depdiknas 2002:1). Pemahaman yang dimaksud ini adalah pemahaman siswa terhadap dasar kualitatif di mana fakata-fakta saling barkaitan dengan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan tersebut dalam situasi baru. Sebagian besar siswa kurang mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan/diaplikasikan pada situasi baru.
Menurut Arends (1997:243) : “it is strange that we expect student to learn yet seldom teach then about learning, we expect student to solve problems yet seldom teach then about problem solving”, yang berarti dalam mengajar guru selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarakan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah.
Persoalan sekarang adalah bagaimana menemukan cara yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana guru dapat berkomunikasi baik dengan siswanya. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswa, sehingga dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dalam kehidupan nyata. Bagaimana sebagai guru yang baik dan bijaksana mampu menggunakan model pembelajaran yang berkaitan dengan cara memecahkan masalah (problem solving).
Model pembelajaran bardasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Misalnya suatu fenomena alam, mengapa tongkat seolah-olah patah saat dimasukkan dalam air?, mengapa uang logam yang diletakkan dalam sebuah gelas kosong jika dilihat pada posisi tertentu tidak kelihatan tetapi saat diisi air menjadi kelihatan?. Dari contoh permasalahan nyata jika diselesaikan secara nyata, memungkinkan siswa memahami konsep bukan sekedar menghafal konsep.
Meminjam pendapat Bruner (dalam Dahar 1988:125), bahwa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainnya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Suatu konsekuensi logis, karena dengan berusaha untuk mencari pemecahan masalah secara mandiri akan memberikan suatu pengalaman konkrit, dengan pengalaman tersebut dapat digunakan pula memecahkan masalah-masalah serupa, karena pengalaman itu memberikan makna tersendiri bagi peserta didik.

2. Istilah dan Pengertian
Pengajaran berdasarkan masalah telah dikenal sejak zaman John Dewey, yang sekarang ini mulai diangkat sebab ditinjau secara umum pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Menurut Dewey (dalam Sudjana 2001:19) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukkan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.
Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan, 2002:123)
Menurut Arends (1997), pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Model pembelajaran ini juga mengacu pada model pembelajaran yang lain, seperti “pembelajaran berdasarkan proyek (project-based instruction)”, “pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction)”, “belajar otentik (authentic learning)” dan “ pembelajaran bermakna (anchored instruction)”.
3. Ciri-ciri khusus Pengajaran Berdasarkan Masalah
Menurut Arends (2001:349), berbagai pengembangan pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut (Krajcik, 1999; Krajcik, Blumenfeld, Marx & Soloway, 1994; Slavin, Maden, Dolan & Wasik, 1992, 1994; Cognition & Technology Group at Vanderbilt, 1990)
(1) Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.
(2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran. Sebagai contoh, masalah polusi yang dimunculkan dalam pelajaran di teluk Chesapeake mencakup berbagai subyek akademik dan terapan mata pelajaran seperti biologi, ekonomi, sosiologi, pariwisata dan pemerintah.
(3) Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus mengnalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan, bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari.
(4) Menghasilkan produk dan memamerkanya. Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk tersebut dapat berupa transkrip debat seperti pada pelajaran “Roots and wings”. Produk itu dapat juga berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. Karya nyata dan peragaan seperti yang akan dijelaskan kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah.
(5) Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berfikir.
4. Manfaat Pengajaran Berdasarkan Masalah
Pengajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajaran yang otonom dan mandiri (Ibrahim, 2000:7).
Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya.
5. Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari 5 langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan langkah-langkah pada Tabel 5.1
Table 5.1
Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah

Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap 1
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Tahap 2
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Tahap 3
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru membimbing siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video dan model serta membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
(Sumber: Ibrahim & Nuh, 2000:13)

Menurut Ibrahim (2003:15), di dalam kelas PBI, peran guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas PBI antara lain sebagai berikut:
(1) Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari;
(2) Memfasilitasi/membimbing penyelidikan misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen/percobaan;
(3) Memfasilitasi dialog siswa
(4) Mendukung belajar siswa

B. PELAKSANAAN PENGAJARAN BERDASARKAN MASALAH
1. Tugas-tugas Perencanaan
Karena hakikat interaktifnya, model pengajaran berdasarkan masalah membutuhkan banyak perencanaan, seperti halnya model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa lainya.
a. Penetapan tujuan
Model pengajaran berdasarkan masalah dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan seperti keterampilan menyelidiki, memahami peran orang dewasa dan membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri. Dalam pelaksanaanya pembelajaran berdasarkan masalah bisa saja diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
b. Merancang situasi masalah
Beberapa guru dalam pengajaran berdasarkan masalah lebih suka memberi kesempatan dan keleluasaan kepada siswa untuk memilih masalah yang akan diselidiki, karena cara ini dapat meningkatkan motivasi siswa. Situasi masalah yang baik seharusnya autentik, mengandung teka-teki dan tidak didefinisikan secara ketat, memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa dan konsiten dengan tujuan kurikulum.
c. Organisasi sumber daya dan rencana logistik
Dalam pengajaran berdasarkan masalah siswa dimungkinkan bekerja dengan beragam material dan peralatan dan dalam pelaksanaanya bisa dilakukan di dalam kelas, di perpustakaan, atau di laboratorium, bahkan dapat pula dilakukan di luar sekolah. Oleh karena itu tugas mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan siswa, haruslah menjadi tugas perencanaan yang utama bagi guru yang menerapkan pemelajaran berdasarkan pemecahan masalah.
2. Tugas Interaktif
a. Orientasi Siswa pada masalah
Siswa perlu memahami bahwa tujuan pengajaran berdasarkan masalah adalah tidak untuk memperoleh informasi baru dalam jumlah besar, tetapi untuk melakuakan penyelidikan terhadap masalah-masalah penting dan untuk menjadi pembelajaran yang mandiri. Cara yang baik dalam menyajikan masalah untuk suatu materi pelajaran dalam pembelajaran berdasarkan masalah adalah dengan menggunakan kejadian yang mencengangkan dan menimbulkan misteri sehingga membangkitkan minat dan keinginan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
b. Mengorganisasikan Siswa untuk Belajar
Pada model pengajaran berdasarkan masalah dibutuhkan pengembangan keterampilan kerjasama diantara siswa dan saling membantu untuk menyelidiki masalah secara bersama. Berkenaan dengan hal tersebut siswa memerlukan bantuan guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan. Bagaimana mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif berlaku juga dalam mengorganisasikan siswa kedalam pengajaran berdasarkan masalah.
c. Membantu Penyelidikan Mandiri dan Kelompok
 Guru membantu siswa dalam mengumpulkan dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka berfikir tentang suatu masalah dan jenis informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa diajarkan untuk menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang dihadapinya, siswa juga perlu diajarkan apa dan bagaimana etika penyelidikan yang benar.
 Guru mendorong pertukatran ide gagasan secara bebas dan penerimaan sepenuhnya gagasan-gagasan tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam tahap penyelidikan dalam rangka pembelajaran berdasarkan masalah. Selama dalam tahap penyelidikan guru memberikan bantuan yang dibutuhkan siswa tanpa mengganggu aktivitas siswa.
 Puncak proyek-proyek pengajaran berdasarkan pemecahan masalah adalah penciptaan dan peragaan artifak seperti laporan, poster, model-model fisik dan video tape.
d. Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah
Tugas guru pada tahap akhir pengajaran berdasarkan pemecahan masalah adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berfikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan.
3. Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Manajemen
Hal penting yang harus diketahui adalah bahwa guru perlu memiliki seperangkat aturan yang jelas agar supaya pemelajaran dapat berlangsung tertib tanpa gangguan, dapat menangani perilaku siswa yang menyimpang secara cepat dan tepat, juga perlu memiliki panduan mengenai bagaimana mengelola kerja kelompok.
Salah satu masalah yang cukup rumit bagi guru dalam pengelolaan pembelajaran yang menggunakan model pengajaran berdasarkan masalah adalah bagaimana menangani siswa baik individual maupun kelompok, yang dapat menyelesaikan tugas lebih awal maupun yang terlambat. Dengan kata lain kecepatan penyelesaian tugas tiap individu maupun kelompok berbeda-beda. Pada model pengajaran berdasarkan masalah siswa dimungkinkan untuk mengerjakan tugas multi (rangkap) dan waktu penyelesaian tugas-tugas tersebut dapat berbeda-beda. Hal tersebut mengakibatkan diperlukannya pengelolaan dan pemantauan kerja siswa yang rumit.
Dalam model pengajaran berdasarkan masalah, guru sering menggunakan sejumlah bahan dan peralatan dan hal ini biasanya dapat merepotkan gguru dalam pengelolaanya. Oleh karena itu, untuk efektifitas kerja guru harus memiliki aturan dan prosedur yang jelas dalam pengelolaan, penyimpanan dan pendistribusian bahan.

4. Asesmen dan Evaluasi
Seperti halnya dalam model pembelajaran kooperatif, dalam model pengajaran berdasarkan masalah fokus perhatian pembelajarantidak pada perolehan pengetahuan deklaratif, oleh karena itu tugas penilaian tidak cukup bila penilaiannya hanya dengan tes tertulis atau tes kertas dan pensil (Peper and Pencil test). Teknik penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pengajaran berdasarkan masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan siswa yang merupakan hasil penyelidikan mereka.
Tugas asesmen dan evaluasi yang sesuai untuk model pengajaran berdasarkan masalah terutama terdiri dari menemukan prosedur penilaian alternative yang akan digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa, misalnya dengan asesmen kinerja dan peragaaan hasil. Asismen kinerja dapat berupa asesmen melakukan pengamatan, asesmen merumuskan pertanyaan, asesmen merumuskan sebuah hipotesa dan sebagainya.
Contoh asesmen ditunjukan dalam tabel 5.2, tabel 5.3 dan tabel 5.4, yang dikutif dari Mohamad Nur dalam makalahnya contoh Silabus Kurikulum 2004 yang disampaikan pada Workshop dan Sosialisasi Kurikulum 2004 oleh MGMT Biologi SMA se-Kota Surabaya tanggal 29 Mei 2004 di Restoran Taman Sari Surabaya berikut ini:

Tabel 5.2
Asesmen-diri Melakukan Pengamatan
Lembar Obserfasi :
Keterampilan Pengamatan
Nama : ……………………………..
Objek : ……………………………..
No Aspek yang diamati Skor
Skor Siswa Guru
1. 1. Pengamatan dilakukan dengan aman dengan menggunakan semua indera yang sesuai
2. Pengamatan akurat secara kuantitatif dan menggunakan satuan sesuai
3. Pengamatan akurat secara kualitatif
4. Pengidentifikasian banyak butir pengamatan meliputi seluruh bagian obyek yang diamati
5. Pengidentifikasian perubahan-perubahan dalam obyek yang diamati
6. Tidak memasukan pendapat pribadi, kesimpulan atau inferensi
20

20


15

15
15

Rubrik
Skor Criteria
AB Daftar hasil pengamatan terorganisasikan dengan baik yang menunjukan bahwa kegiatan pengamatan yang dilakukan telah menghasilkan suatu studi yang paling rinci. Gambar-gambar yang amat mengesankan dibuat untuk melengkapi data
B Siswa melakukan pengamatan rinci dengan menggunakan seluruh indera secara aman dan benar. Pengamatan kuantitatif menggunakan system metriks dan pengamatan kualitatif dilakukan secara akurat. Gambar dan diagram dilukis secara cermat menyertai data tersebut. Catatan pengamatan siswa bebas dari pendapat, kesimpulan atau inferensi pribadi. Rekaman catatan-catatan diorganisasikan dan mudah dilihat.
CB Pekerjaan siswa sepertinya dapat diberi nilai B, kecuali ada suatu unsur penting yang kurang baik mengerjakannya
C Pekerjaan siswa sepertinya dapat diberi nilai J, kecuali ada suatu unsur penting yang dikerjakan dengan baik
J Siswa melakuakn pengamatan yang tidak lengkap dan/atau akurat. System metrics tidak digunakan secara benar. Tidak ada gambar atau diagram, atau dibuat secara asal-asalan. Daftar pengamatan tidak diorganisasikandengan baik, dan/atau mengandung pendapat, kesimpulan dan inferensi pribadi
AJ Pekerjaan yang dilaksanakan amat jelek

AB= Amat Baik
B = Baik CB= Cukup Baik
C = Cukup J = Jelek
AJ= Amat Jelek

Tabel 5.3
Assesmen-diri Merumuskan Pertanyaan
Lembar Obserfasi :
Keterampilan Pengamatan
Nama : ……………………………..
Objek : ……………………………..
No Aspek yang diamati Skor
Skor Siswa Guru
1. 1. Pertanyaan-pertanyaan penuh pemikiran dengan relevan diajukan
2. Pertanyaan-pertanyaan dirumuskan dengan baik
3. Pertanyaan-pertanyaan muncul secara logis dari pengamatan-pengamatan tersebut
4. Pertanyaan-pertanyaan merupakan deskripsi dari pengamatan tersebut
5. Pertanyaan-pertanyaan mempertanyakan hubungan sebab akibat atau prediksi-prediksi yang masuk akal dari pengamatan-pengamatan tersebut
6. Pertanyaan-pertanyaan menginterpretasikan pengamatan-pengamatan
7. Pertanyaan-pertanyaan menganalisis pengamatan-pengamatan
8. Pertanyaan-pertanyaan mengarahkan pada pengamatan-pengamatan
9. Suatu pertanyaan dipilih untuk penyelidikan
10. Suatu justifikasi penuh pemikiran diberikan untuk mengapa pertanyaan-pertanyaan tersebut telah dipilihuntuk penelitian lebih lanjut 10
5

10

10


15

10
10

10
15


5

Rubrik
Skor Criteria
AB Siswa menunjukan pemahaman yang hebat dengan merumuskan pertanyaan-pertanyaan luar biasa dan sangat menarik. Pemikiran ke arah tingkat lebih tinggi terlihat jelas. Siswa memberikan suatu penjelasan yang begitu penuh pemikiran terhadap mengapa suatu pertanyaan tertentu telah dipilih untuk penelitian lebih lanjut
B Siswa mengajukan banyak pertanyaan yang mencerminkan suatu pemikiran seksama atas pengamatan-pengamatan tersebut. Pertanyaan-pertanyaan meliputi pemikiran tingkat lebih tinggi, seperti interprestasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut langsung memandu prediksi-prediksi yang dapat menjadi dasar untuk percobaan-percobaan. Siswa mengajukan suatu penjelasan yang jelas untuk mengapa suatu pertanyaan tertentu lebih dipilih untuk penelitian lebih lanjut.
CB Pekerjaan siswa sepertinya dapat diberi nilai B, kecuali ada suatu unsur penting yang kurang baik mengerjakannya
C Pekerjaan siswa sepertinya dapat diberi nilai J, kecuali ada suatu unsur penting yang dikerjakan dengan baik
J Daftar pertanyaan menunjukan suatu upaya kurang keras. Pemikiran tingkat lebih tinggi tidak tampak. Beberapa pertanyaan kelihatan tidak berhubungan dengan pengamatan-pengamatan. Siswa tersebut tidak memberikan suatu penjelasan yang dipikirkan dengan seksama terhadap mengapa suatu pertanyaan tertentu telah dipilih untuk penelitian lebih lanjut
AJ Pekerjaan yang dilaksanakan amat jelek

AB= Amat Baik
B = Baik CB= Cukup Baik
C = Cukup J = Jelek
AJ= Amat Jelek

Tabel 5.4
Assesmen-diri Merumuskan Hipotesis
Lembar Obserfasi :
Keterampilan Pengamatan
Nama : ……………………………..
Objek : ……………………………..
No Aspek yang diamati Skor
Skor Siswa Guru
1. 1. Hipotesis merupakan suatu pertanyaan (bukan pertanyaan) yang mencerminkan pengamatan-pengamatan dan hubungan antara dua variable
2. Prediksi-prediksi dapat dihasilkan dari hipotesis tersebut
3. Diberikan suatu pembenaran yang penuh pemikiran mengapa dirumuskan hipotesis itu dan prediksi-prediksi lebih spesifik dapat difungsikan sebagai dasar suatu percobaan

50
25


25

Rubrik
Skor Criteria
AB Siswa membuat suatu hipotesis yang luar biasa bermakna. Prediksi-prediksi jelas dapat diuji, dan siswa memberikan penjelasan-penjelasan penuh pemikiran tentang bagaimana hipotesis ini dan prediksi-prediksi akan dibuat untuk dasar suatu percobaan yang amat baik
B Siswa merumuskan suatu pernyataan hipotesis deklaratif jelas yang diikuti oleh suatu prediksi yang menghubungkan variabel manipulasi dengan variabel respon. Tampak jelas bagaimana hipotesis dan ramalan tersebut mengalir dari pengamatan-pengamatan tersebut. Siswa melakukan pembenaran dengan penuh pemmikiran tentang bagaimana hipotesis, dan prediksi tersebut akan menjadi suatu dasar yang baik untuk merancang suatu percobaan.
CB Pekerjaan siswa sepertinya dapat diberi nilai B, kecuali ada suatu unsur penting yang kurang baik mengerjakannya
C Pekerjaan siswa sepertinya dapat diberi nilai J, kecuali ada suatu unsur penting yang dikerjakan dengan baik
J Baik hipotesis maupun prediksi-prediksi tersebut tidak jelas. Tidak jelas bagaimana hipotesis dan ramalan-ramalan tersebut mengalir dari pengamatan. Siswa tidak memberikan suatu penjelasan penuh pemikiran bagaimana hipotesis dan ramalan tersebut akan menjadi dasar suatu percobaan
AJ Pekerjaan yang dilaksanakan amat jelek

AB= Amat Baik
B = Baik CB= Cukup Baik
C = Cukup J = Jelek
AJ= Amat Jelek

Tidak ada komentar:

Posting Komentar