Selasa, 10 Mei 2011

ANALISIS TENTANG MEMBANGUN PENGETAHUAN AWAL ATAU APERSEPSI SISWA DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN

Abstrak

Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang relatif tetep, proses perubahan ini tidak terjadi sekaligus terapi terjadi secara bertahap tergantung pada faktor-faktor pendukung belajar yang mempengaruhi siswa. Faktor ini dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern berhubungan dengan segala sesuatu yang ada pada diri siswa yang menunjang pembelajaran seperti inteligensi, bakat, kemampuan motorik pancaindra,dan skema berpikir. Faktor ekstern merupakan segala sesuatu yang berasal dari luar diri siswa yang menkondisikannya dalam pembelajaran seperti pengalaman, lingkunagn sosial, metode balajar-mengajar, strategi belajar-menajar, fasilitas belajar dan dedikasi guru. Keberhasilannya mencapai suatu tahap hasil belajar memungkinkannya untuk belajar lebih lancar dalam mencapai tahap selanjutnya. Apersepsi yang dilakukan pada tahap awal pembelajaran pada umumnya dianggap hal yang kecil, terkadang terlupakan. Namun demikian berdasarkan fakta dilapangan banyak dijumpai menjadi sangat fatal akibatnya tatkala siswa dihadapkan pada permasalahan inti dalam kegiatan belajar mengajar. Ketidakbisaan siswa dalam menyelesaikan masalah atau dalam proses menemukan konsep ternyata sangat dipengaruhi oleh ketidakmatangan sewaktu apersepsi, yang akhirnya tujuan akhir dari pembelajaran itu tidak tercapai atau tidak sesuai dengan harapan.

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Secara umum prestasi belajar siswa di indonesia ditentukan oleh kemampuan kognitifnya dalam memahami sebaran materi pelajaran yang telah ditentukan didalam kurikulum. Soemanto (1984:120-121) menyatakan bahwa tingkah laku kognitif merupakan tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku terjadi.

Berdasarkan penelitian dari beberapa ahli, Pintrinch menyimpulkan pengetahuan awal yang tidak akurat dapat mengahalangi perkembangan siswa dan kekurangan pengetahuan awal tidak memungkinkannya untuk maju. Hasil eksperimen Biemans dan Simons menunjukkan bahwa mengarahkan miskonsepsi melalui instruksi dan memberikan saran kepada siswa bahwa pengetahuan baru bisa tidak konsisten dengan apa yang telah diketahui, dapat membantunya belajar. Chan et al membuktikan pengetahuan awal memainkan peran mediasi didalam menggerakkan aktivitas yang konstruktif. Penelitian Barclay menunjukkan bahwa pemahaman terhadap suatu teks tergantung pada penerapan pengetahuan awal yang relevan yang tidak ada didalam teks.

Bagi guru, disaat akan mengajar sebuah konsep apa saja pada siswa, guru sebaiknya memahami bahwa setiap siswa memiliki pengalaman, sikap dan kebiasaan yang berbeda, agar dapat menggali dan menghubungkan pengalaman, sikap dan kebiasaan siswa terhadap konsep yang akan guru ajarkan perlu kiranya guru mengkaitkan dengan apersepsi.

Di dalam kegiatan belajar mengajar, kebanyakan guru belum bisa atau kurang dalam membangun pengetahuan awal pada siswa. Sehingga banyak yang beranggapan bahawa kegiatan belajar mengajar adalah untuk mendapatkan ketercapaian oleh guru yaitu membelajarkan materi kepada siswa. Sebenarnya ketercapaian yang diinginkan adalah pemahaman konsep tau materi olea siswa dari yang disampaikan guru. Untuk itu guru harus memperbanyak apersepsi mengenai materi yang akan diajarkan kepada siswa.

Apersepsi berarti penghayatan tentang segala sesuatu yang menjadi dasar untuk menerima ide-ide baru. Secara umum fungsi apersepsi dalam kegiatan pembelajaran adalah untuk membawa dunia siswa ke dunia guru. Artinya, mengaitkan apa yang telah diketahui atau di alami dengan apa yang akan dipelajari, sehingga siswa lebih termotivasi untuk mengikuti pembelajaran.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Mengapa pengetahuan awal berpengaruh terhadap kepahaman siswa dalam mempelajari pengetahuan baru?
b. Mengapa pengetahuan awal sangat penting dalam setiap pembelajaran?

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini berusaha menjawab rumusan masalah penelitian di atas. Untuk itu, tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan awal terhadap kepahaman siswa dalam mempelajari pengetahuan baru.

b. Untuk mengetahui pentingnya pengetahuan awal dalam setiap program pembelajaran.

B. KAJIAN PUSTAKA

1. Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme

Salah satu prinsip psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka. Tokoh yang berperan pada teori ini adalah Jean Piaget dan Vygotsky. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:

1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget yang merupakan bagian dari teori kognitif juga. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).

Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Belajar merupakan proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61).

2. Pengertian Apersepsi

Apersepsi berasal dari kata ”Apperception” berarti menyatupadukan dan mengasimilasikan suatu pengamatan dengan pengalaman yang telah dimiliki. Atau kesadaran seseorang untuk berasosiasi dengan kesan-kesan lama yang sudah dimiliki dibarengi dengan pengolahan sehingga menjadi kesan yang luas. Kesan yang lama itu disebut bahan apersepsi.

Apersepsi adalah getaran-getaran tanda yang diterima oleh seorang individu atas suatu obyek tertentu. Obyek tersebut bisa berupa suatu benda, gejala alam atau sosial, dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Apersepsi atau getaran-getaran tersebut diterima melalui panca indra yang kita miliki. Proses penerimaan apersepsi inilah yang kita sebut sebagai persepsi.

Apersepsi berarti penghayatan tentang segala sesuatu yang menjadi dasar untuk menerima ide-ide baru. Secara umum fungsi apersepsi dalam kegiatan pembelajaran adalah untuk membawa dunia mereka ke dunia kita. Artinya, mengaitkan apa yang telah diketahui atau di alami dengan apa yang akan dipelajari.

Apersepsi dalam pengajaran adalah menghubungan pelajaran lama dengan pelajaran baru, sebagai batu loncatan sejauh mana anak didik mengusai pelajaran lama sehingga dengan mudah menyerap pelajaran baru. Disaat kita akan mengajar sebuah konsep apa saja pada siswa, guru sebaiknya memahami bahwa setiap siswa memiliki pengalaman, sikap dan kebiasaan yang berbeda, agar dapat menggali dan menghubungkan pengalaman, sikap dan kebiasaan siswa terhadap konsep yang akan kita ajarkan perlu kiranya kita kaitkan dengan apersepsi.

Apersepsi bisa berupa cerita, lagu, video ataupun gambar dll, kali ini saya akan

memakai gambar sebagai apersepsi.

2. Pentingnya Apersepsi

Apersepsi ini sangat penting. Mengapa?
a. Kita mencoba menarik mereka ke dunia yang kita ciptakan
b. Kita mencoba menyatukan dua dunia yang berbeda
c. Pentingnya menciptakan atmosfir, karena mereka berangkat dari latar belakang yang berbeda-beda.

d. Perluya membangun motivasi

Proses belajar tidak dapat dipisahkan peristiwa-peristiwanya antara individu dengan lingkungan pengalaman murid, maka sebelum memulai pelajaran yang baru sebagai batu loncatan, guru hendaknya berusaha menghubungkan terlebih dahulu dengan bahan pelajarannya yang telah dikuasai oleh murid-murid berupa pengetahuan yang telah diketahui dari pelajaran yang lalu atau dari pengalaman. Inilah yang dimaksud dengan apersepsi. Jadi dengan kata lain apersepsi adalah suatu gejala jiwa yang dialami apabila kesan baru masuk ke dalam kesadaran seseorang dan berjalin dengan kesan-kesan lama yang sudah dimiliki disertai proses pengolahan sehingga menjadi kesan yang lebih luas. Azas ini penting pula artinya dalam usaha menghubungkan bahan pelajaran yang akan diberikan dengan apa yang telah dikenal anak.

3. Pembentukan Apersepsi

Apersepsi dapat dibentuk melalui 4 pilar. Pertama adalah alfa zone. Setelah bertatap muka dengan siswa, mulailah menuju kondisi awal yang menyenangkan. Kesiapan paling untuk memasukkan fakta dan informasi. Dalam keadaan ini, pergerakan dendrite otak sudah harmonis.

Jika divisualkan, gerakannya akan bersama-sama saat mengambil info. Berbeda dengan kondisi teta, di mana anak tampak melamun membayangkan sesuatu, dan bahkan bisa masuk ke kondisi delta, tertidur lelap saat guru menerangkan, kondisi alfa mudah dikenali. Jika sudah tampak senyum mengembang di bibir siswa, dan mata berbinar, saat itulah kondisi alfa sudah on.

Menciptakan alfa zone didapat melalui kegiatan games, cerita lucu, tebak-tebakan, musik, brain gym, dan serangkaian ice breaking lainnya yang tak harus ada hubungannya dengan materi yang akan diajarkan. Tak perlu semua ada. Salah satu saja. Mengingat pentingnya pengkondisian alfa yang diibaratkan seperti peluru, buatlah katalog ice breaking. Targetnya adalah siswa bisa tertarik.

Pilar ke-dua adalah warmer. Menghangatkan ingatan yang sudah lalu. Jika pertemuan itu bukan yang pertama, warmer dimaksukan sebagai pembentuk pengetahuan konstruktivisme, yakni membangun makna baru berdasar pengetahuan yang sudah dimiliki siswa. Contoh guru me-recall dengan pertanyaan terbuka. “Bagaimana pendapatmu tentang pohon bambu dan pohon kelapa, yang keduanya adalah tanaman yang banyak ditemui di Indonesia. Apa saja kegunaannya?”

Pilar ke-tiga adalah pre teach. Ini yang sering dilupakan oleh Guru. Tidak heran kalau kondisi kelas kusut masai dan siswa tak terkondisi. Pre teach ini memberi informasi secara manual, bagaimana aturan diberlakukan. Terlebih pada mata pelajaran sains atau percobaan yang menggunakan alat, pre teach mutlak dilakukan, agar tak terjadi cedera atau kesalahan prosedur.

Pilar ke-empat adalah scene setting. Kondisi inilah yang paling dekat dengan strategi. Sering pula disebut sebagai hook atau pengait menuju mata pelajaran inti. Contoh: meminta siswa membandingkan benda pilihan dari tas nya, dan berjajar sesuai berat benda, adalah scene setting menuju pelajaran matematika ‘berat ringan’.

Seberapa penting pembentukan apersepsi ini? Menurut Munif Chotib, jika tak dilakukan, proses belajar jelas tak maksimal, dan akan terjadi down shifting pada otak anak, karena tak di refresh.



4. Motivasi Belajar

Dalam kegiatan belajar mengajar, dikenal adanya motivasi belajar yaitu: motivasi yang diterapkan dalam kegiatan belajar. Jadi motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar itu demi mencapai satu tujuan dengan menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga anak itu mau melakukan apa yang dilakukan. Ini merupakan usaha yang disadari oleh pihak guru untuk menimbulkan motif-motif pada diri murid yang menunjang kegiatan ke arah tujuan–tujuan belajar.

a. Jenis-jenis motivasi

Motivasi dapat dibedakan atas motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri individu, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar individu.

Motivasi belajar secara instrinsik sebenarnya telah ada di dalam diri manusia, yang memandang bahwa segala tindakan manusia, termasuk belajar, adalah karena terdapatnya tanggung jawab internal pada diri manusia itu. Manusia dalam sudut pandang teori ini, mamang termasuk mahluk yang baik, tinggi tanggung jawabnya, suka bekerja termasuk belajar, tinggi militansi kerja atau belajarnya, dan selalu inggin berprestasi.

Sungguhpun demikian, rekayasa lingkungan perlu diberikan agar seseorang tetap belajar. Rekayasa lingkungan antara lain dapat berupa motivasi ekstrinsik. Hal ini perlu diberikan karena seseorang tidak senantiasa berada dalam keadaan menetap. Melemahnya motivasi intrinsik perlu dikatrol dengan mengunakan motivasi ekstrinsik .

b. Ciri motivasi dalam pembelajaran

Ada beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar yang sangat tinggi. Ini dapat melalui proses belajar mengajar di kelas, seperti:

a. Tertarik kepada guru.

b. Tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan

c. Mempunyai antosias yang tinggi serta mengendalikan perhatiannya terutama kepada guru.

d. Ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas

e. Ingin identitas dirinya diakui oleh orang lain

f. Tindakan, kebiasaan, dan moralnya selalu dalam kontrol diri

g. Selalu mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali

h. Selalu terkontrol oleh lingkungan

Terlepas dari ciri-ciri motivasi di atas, ada beberapa ciri motivasi yang ada pada diri seseorang adalah sebagai berikut:

“Tekun dalam menghadapi tugas atau dapat bekerja secara terus menerus dalam waktu lama, ulet menghadapi kesulitan dan tidak muda putus asa, tak cepat puas atas prestasi yang diperoleh, menunjukan minat yang besar terhadap masalah-masalah belajar, lebih suka belajar sendiri, tidak cepat bosan dengan tugas-tugas rutin, dapat mempertahankan pendapatnya, dan senang mencari dan memecahkan masalah.”

c. Fungsi motivasi dalam belajar

Dalam kegiatan belajar mengajar sengat diperlukan adanya motivasi. Hasil belajar akan menjadi optimal kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para sisiwa.

Sehubungan dengan hal tersebut, ada tiga fungsi motivasi sebagai berikut:

1. Mendorong manusia untuk berbuat

2. Menentukan arah perbuatannya, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai

3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan.

Di samping itu, ada juga fungsi-fungsi lain seperti mendorong usaha dan pencapaian prestasi. Intensitas motivasi seseorang siswa akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi belajarnya.

d. Prinsip motivasi belajar

Motivasi merupakan faktor yang berarti dalam pencapaian prestasi belajar. Dua pembangkit motivasi belajar yang efektif adalah keingintahuan dan keyakinan akan kemampuan diri. Setiap siswa memiliki rasa ingin tahu dan guru perlu menyalurkannya dengan berbagai macam cara. Begitu pula Keyakinan akan kemampuan diri perlu mendapat penguatan dari guru sehingga akan menumbuhkan rasa kepercayaan yang pada gilirannya menciptakan situasi perasaan yang lebih yakin akan kemampuan dirinya. Ada 12 Prinsip motivasi belajar yang perlu diperhatikan:

1. Kebermaknaan dalam belajar

Siswa akan termotivasi giat belajar jika hal yang dipelajari dirasakan bermakna bagi dirinya. Kebermaknaan lazimnya terkait dengan bakat, minat, pengetahuan dan pengalaman hidupnya.

2. Pengetahuan dan keterampilan siap

Siswa akan dapat belajar dengan baik jika telah siap baik berupa pengetahuan, keterampilan, maupun sikap. Oleh karena itu siswa akan menggunakan pengetahuan awalnya untuk menapsirkan dan menginformasikan pengalamannya. Penafsiran ini akan membangun pemahaman yang dipengaruhi oleh pengetahuan awal itu. Dengan demikian guru perlu memahami pengetahuan awal siswa untuk dikaitkan dengan bahan yang akan dipelajarinya sehingga membuat belajar menjadi lebih mudah dan bermakna.

3. Model panutan

Siswa akan menguasai keterampilan baru dengan baik, jika guru memberi contoh dan model yang patut ditiru.

4. Komunikasi terbuka

Siswa akan termotivasi untuk belajar jika penyampaiannya dilakukan secara terstruktur sesuai dengan tingkat perkembangan kognitifnya, sehingga kesan pembelajaran dapat dievaluasi dengan tepat.

5. Kewajaran dan tugas yang menantang

Siswa akan termotivasi untuk belajar jika mereka diberi materi kegiatan baru atau gagasan yang wajar, asli dan berbeda. Gagasan baru dan asli akan menambah konsentrasi siswa pada pelajaran. Hal ini berpengaruh pada pencapaian hasil belajar. Konsentrasi juga dapat bertambah bila siswa menghadapi tugas yang menantang dan sedikit melebihi kemampuannya. Sebaliknya bila tugas terlalu jauh dari kemampuannya akan terjadi kecemasan. Dan bila tugas kurang dari kemampuannya akan terjadi kebosanan.

6. Latihan yang tepat dan aktif

Siswa akan dapat menguasai materi pembelajaran dengan efektif jika kegiatan belajar mengajar memberikan kegiatan latihan sesuai kemampuan siswa dan siswa dapat berperan aktif untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.

7. Penilaian yang berkesinambungan

Siswa akan memperoleh pencapaian belajar yang efektif jika penilaian dilakukan dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama dengan frekuensi pengulangan yang tinggi.

8. Kondisi dan hasil yang menyenangkan

Siswa akan belajar dan terus belajar jika kondisi pembelajaran dibuat menyenangkan, nyaman, dan jauh dari perilaku yang menyakitkan perasannya, serta sering merasakan keberhasilannya.

9. Keragaman pendekatan belajar

Siswa akan belajar jika diberi kesempatan untuk memilih dan menggunakan berbagai pendekatan belajar. Pengalaman belajar tidak hanya berorientasi pada buku teks, tetapi juga dapat dikemas dalam berbagai kegiatan praktis seperti proyek, simulasi, drama, dan/atau penelitian/pengujian.

10. Mengembangkan beragam kemampuan

Siswa akan belajar secara optimal jika pengalaman belajar yang disajikan dapat mengembangkan berbagai kemampuan, seperti kemampuan logis, matematis, bahasa, musik, kinestetik, dan kemampuan inter maupun antar personal.

11. Melibatkan sebanyak mungkin indra

Siswa akan menguasai hasil belajar dengan optimal, jika menggunakan semua alat indra dalam belajar.

12. Keseimbangan pengaturan pengalaman belajar

Siswa akan lebih menguasai materi pelajaran jika pengalaman belajar diatur sedemikian rupa sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menghayati, mengungkapkan dan mengevaluasi apa yang terjadi. Memikirkan kembali apa yang telah dialami dan yang sedang dikerjakan merupakan kegiatan penting dalam memantapkan pemahaman.

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar

Sebagaimana yang disebutkan pada bagian depan, bahwa motivasi sangat krusial dalam belajar dan pembelajaran. Akan tetapi motivasi belajar tersebut juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ciri-ciri Pembelajaran

Setiap manusia senantiasa mempunyai ciri-ciri tertentu dalam hidupnya, termasuk pembelajaran, yang senantiasa ia kejar dan ia perjuangkan. Bahkan tidak jarang meskipun rintangan yang ditemui sangat banyak tetapi tetap berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai apa yang ia cita-citakan.

2. Kemampuan Pembelajaran

Kemampuan manusia satu dan lainnya tidaklah sama. Menuntun seseorang sebagai mana orang lain dari bingkai penglihatan tidaklah dibenarkan. Sebab, orang yang mempunyai kemampuan yang rendah sangatlah sulit untuk menyerupai orang yang berkemampuan tinggi, begitu pula sebaliknya.

3. Kondisi Pembelajaran

Kondisi pembelajaran, baik yang bersifat fisik maupun psikis, sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar seseorang sebab apabila kondisi fisik seseorang dalam keadaan lelah, maka motivasi belajarnya akan menurun, sedangkan apabila kondisi psikologis seseorang terganggung (stres), maka seseorang tidak bisa mengkonsentrasikan diri terhadap hal-hal yang dipelajari.

4. Kondisi Lingkungan Pembelajaran.

Sudah diketahui umum bahwa yang menentukan motivasi belajar seseorang, selain faktor individu juga faktor lingkungan, lebih-lebih lingkungan belajar. Sebab, individu secara sadar atau tidak, senantiasa tersosialisasi oleh lingkungannya.

5. Unsur-Unsur Dinamis Belajar Pembelajaran

Unsur-unsur dinamis belajar pembelajaran seperti: motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk belajar, bahan belajar, alat bantu belajar, dan kondisi subjek belajar sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar seseorang.

6. Upaya Guru Dalam Membelajarkan Pembelajaran

Upaya guru dalam membelajarkan pembelajaran juga sangat berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Guru yang sungguh-sungguh dan tinggi gairahnya dalam membelajarkan pembelajaran, akan menjadikan pembelajaran juga bergairah belajar.

Jelaslah bahwa, dalam setiap usaha atau kegiatan manusia dimana dan kapan saja, tak selamanya menempuh jalan mulus seperti yang diharapkan. Di satu sisi, manusia menginginkan suatu kesuksesan gemilang, namun di sisi lain harapan manusia selalu saja menemukan hambatan-hambatan. Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar, sangat banyak kendala-kendala atau hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam membelajarkan siswa.

C. PAPARAN DAN HASIL

1. Temuan pada Observasi awal

Berdasarkan observasi pada tanggal 3 November 2010 ada beberapa hal yang ditemukan oleh peneliti antara lain sebagai berikut:

1. Kurangnya kesiapan siswa dalam mengikuti pelajaran di kelas.

2. Kurangnya interaksi antara siswa dengan guru sehingga pembelajaran cenderung berpusat pada guru.

3. Pada saat pembelajaran siswa masih banyak yang berbicara dengan temannya, karena siswa kurang bersemangat dan terlihat bosan dalam belajar.

4. Pola pembelajarannya yang diterapkan cenderung berpusat pada guru dimana siswa kurang berkesempatan umtuk mengembangkan kreativitas dan belum terlibat secara langsung dalam pembelajaran.

Melalui kegiatan obsevasi awal ini ditemukan fakta bahwa pembelajaran yang dilakukan guru sering menggunakan metode ceramah dengan fokus guru yang aktif dalam pembelajaran. Strategi dan metode pembelajaran inilah yang sangat berpengaruh terhadap partisipasi siswa. Siswa kurang senang dengan metode ceramah yang digunakan guru karena membuat mereka mengantuk dan bosan apabila berlama-lama mendengarkan penjelasan guru. Hal ini pula yang menyebabkan siswa kurang mengerti keterkaitan antara materi pelajaran yang diajarkan sekarang dengan materi yang lalu. Hal ini berdampak negatif bagi pencapaian prestasi belajar siswa.

2. Analisis dan Refleksi Terhadap Observasi Awal

Berdasarkan temuan yang dipeeroleh dari observasi awal, maka dapat dilakukan analisis dan refleksi terhadap temuan tersebut untuk memperbaiki kegiatan belajar dan mengajar. Analisi dan refleksi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mengaitkan materi pembelajaran dengan pengalaman siswa di luar lingkungan

b. Menunjukan, menjelaskan kepada siswa, mengapa suatu bidang studi dimasukkan antosiasme dalam mengajarkan bidang studi yang dipegang dan mengunakan prosedur mengajar yang sehat.

c. Mendorong siswa untuk memandang belajar di sekolah sebagai suatu tugas yang harus tidak serba merekam, sehingga siswa mempunyai intensi untuk belajar dan menyelasaikan tugasnya dengan sebaik mungkin.

d. Menciptakan iklim dan suasana dalam kelas yang sesuai dengan kebutuhan siswa untuk menghindari kegagalan.

e. Memberitahukan hasil ulangan .

f. Berpartisipasi dalam kegiatan ekstra kurikuler guna meningkatkan hubungan kemanusiaan dengan siswa .

g. Mengunakan bentuk-bentuk kompetensi yang sehat.

h. Mengunakan intensif, baik berupa materi maupun nonmateri secara wajar. Demikian pula menggunakan hukuman dan teguran secara wajar.



D. PENUTUP

Dari teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget yang merupakan bagian dari teori kognitif juga. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

Karena itu apersepsi sangat penting dalam pembelajaran karena:
a. Kita mencoba menarik mereka ke dunia yang kita ciptakan
b. Kita mencoba menyatukan dua dunia yang berbeda
c. Pentingnya menciptakan atmosfir, karena mereka berangkat dari latar belakang yang berbeda-beda.

d. Perluya membangun motivasi

Proses belajar tidak dapat dipisahkan peristiwa-peristiwanya antara individu dengan lingkungan pengalaman murid, maka sebelum memulai pelajaran yang baru sebagai batu loncatan, guru hendaknya berusaha menghubungkan terlebih dahulu dengan bahan pelajarannya yang telah dikuasai oleh murid-murid berupa pengetahuan yang telah diketahui dari pelajaran yang lalu atau dari pengalaman. Inilah yang dimaksud dengan apersepsi. Jadi dengan kata lain apersepsi adalah suatu gejala jiwa yang dialami apabila kesan baru masuk ke dalam kesadaran seseorang dan berjalin dengan kesan-kesan lama yang sudah dimiliki disertai proses pengolahan sehingga menjadi kesan yang lebih luas. Azas ini penting pula artinya dalam usaha menghubungkan bahan pelajaran yang akan diberikan dengan apa yang telah dikenal anak.

DAFTAR PUSTAKA

http://pembentukan-apersepsi-melalui-4-pilar.html

http://teori-belajar-program-dan-prinsip.html

http://apersepsi.html

Endang Dedy dan Encum Sumiaty . Begitu Pentingkah Apersepsi pada Proses Pembelajaran Siswa ? . Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar